Rabu, 07 November 2012

"Psikologi Komunikator"



2.1 Psikologi Komunikator

            Aristoteles menyebut karakter komunikator ini sebagai ethos. Ethos terdiri dari pikiran baik, akhlak yang baik, dan maksud yang baik (good sense, good moral, character, good will).
Pendapat Aristoteles ini diuji secara ilmiah 2300 tahun kemudian oleh Carl Hovland dan Walter Weiss (1951). Mereka melakukan eksperimen pertama tentang psikologi komunikator. Kepada sejumlah besar subjek disampaikan pesan tentang kemungkinan membangun kapal selam yang digerakkan oleh tenaga atom (waktu itu, menggunakan energi atom masih merupakan impian).
Hovland dan Weiss menyebut ethos ini credibility yang terdiri dari dua unsur : Expertise (keahlian) dan trustworthiness (dapat dipercaya). Kedua komponen ini telah disebut dengan istilah-istilah lain oleh ahli komunikasi yang berbeda. Untuk expertness, McCroskey (1968) menyebutnya authoritativeness : Markham (1968) menamainya factor reliablelogical: berlo, Lemert dan Mertz (1966) menggunakan qualification. Untuk trusworthiness, peneliti lain menggunakan istilah safety, character, atau evaluative faktor.
Seseorang tidak akan mempersoalkan mana istilah yang benar. Dapat disebut kredibilitas, tetapi seseorang tidak hanya melihat pada kredibilitas sebagai faktor yang mempengaruhi efektifitas sumber. Tetapi  juga akan melihat dua unsur lainnya : atraksi komunikator (source attractiviness) dan kekuasaan (source power). Seluruhnya-kredibilitas, atraksi dan kekuasaan-seseorang sebut sebagai ethos (sebagai penghormatan pada aristoteles, psikologi komunikasi yang pertama).
2.1.1 Dimensi-dimensi Ethos
            Ethos atau faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas komunikator terdiri dari kredibilitas, atraksi, dan kekuasaan. Ketiga dimensi ini berhubungan dengan jenis pengaruh sosial yang ditimbulkannya. Menurut Herbert C. Kelman (1957) pengaruh komunikasi seseorang pada orang lain berupa tiga hal : internalisasi (internalization), identifikasi (identification), dan ketundukan (compliance).
a.      Internalisasi (internalization)
            Terjadi bila orang menerima pengaruh karena perilaku yang dianjurkan itu sesuai dengan sistem nilai yang dimilikinya. Seseorang menerima gagasan, pikiran atau anjuran orang lain, karena gagasan, pikiran, atau anjuran sendiri berguna untuk memecahkan masalah, penting dalam menunjukkan arah, atau dituntut oleh sistem nilai. Internalisasi terjadi karena seseorang menerima anjuran orang lain atas dasar rasional.
            Contoh : seorang individu menghentikan rokok karena perintah dokter, karena ingin menelihara kesehatan atau karena merokok tidak sesuai dengan nilai-nilai yang dianut. Dimensi ethos yang paling relevan disini ialah Kredibilitas – keahlian komunikator atau kepercayaan seseorang pada komunikator.
b.      Identifikasi (identification)
            Terjadi bila individu mengambil perilaku yang berasal dari orang atau kelompok lain karena perilaku itu berkaitan dengan hubungan yang mendefinisikan diri secara memuaskan dengan orang atau kelompok itu. Hubungan yang mendefinisikan diri secara memuaskan (satisfying self-defining relationship) dengan orang atau kelompok itu. Hubungan yang mendefinisikan diri artinya memperjelas konsep diri.
            Individu mendefinisikan penaranannya dengan peranan orang lain, dia berusaha seperti atau benar-benar menjadi orang lain. Mengatakan apa yang dia katakan, melakukan apa yang dia lakukan, mempercayai apa yang dia percayai, individu mendefinisikan  dirinya sesuai dengan orang yang mempengaruhinya.
            Contoh : Anak berperilaku mencontoh ayahnya, murid meniru tingakah laku gurunya, atau penggemar bertingkah atau berperilaku seperti idolanya. Dimensi ethos yang paling relevan adalah Atraksi – daya tarik komunikasi.
c.       Ketundukan (complience)
            Terjadi bila individu menerima pengaruh dari orang atau kelompok lain karena ia berharap memperoleh reaksi yang menyenangkan dari orang atau kelompok tersebut. Ia ingin memperoleh ganjaran atau menghindari hukuman dari pihak yang mempengaruhinya. Dalam ketundukan orang menerima perilaku yang dianjurkan bukan karena mempercayaiunya, tetapi karena perilaku tersebut membantunya untuk menghasilkan efek sosial yang memuaskan.
            Contoh : Bawahan yang mengikuti perintah atasannya karena takut dipecat, petani yang menanam sawahnya karena ancaman pamong desa. Dimensi Ethos yang berkaitan dengan ketundukan ialah kekuasaan.

2.1.1.1  Kredibilitas
            Kredibilitas adalah seperangkat persepsi komunikate tentang sifat-sifat komunikator. Dalam definisi ini terkandung dua hal: (1) Kredibilitas adalah persepsi komunikate, tidak inheren dalam diri komunikator; (2) Kredibilitas berkenaan dengan sifat-sifat komunikator, yang selanjutnya akan seseorang sebut sebagai komponen-konponen kredibilitas. Karena kredibilitas itu masalah persepsi.  Kredibilitas berubah bergantung pada pelaku persepsi (komunikate), topik yang dibahas, dan situasi.
            Hal-hal yang mempengaruhi perspsi komunikate tentang komunikator sebelum ia berlakukan komunikasinya disebut prior ethos (Andersen,1972:82). Sumber komunikasi memperoleh prior ethos karena berbagai hal, seseorang membentuk gambaran tentang diri komunikator dari pengalamn langsung dengan komunikator itu atau dari pengalaman wakilan (vicarious experiences), misalnya, karena sudah lama bergaul dengan dia dan sudah mengenal integritas kepribadiannya atau karena seseorang sudah sering melihat atau mendengarnya dalam media masa. Pada satu kelompok dikatakan bahwa pembicara adalah hakim yang banyak menulis masalah kenakalan remaja (kredibilitas tinggi), dan pada kelompoklain dilukiskan pembicara sebagai pengedar narkotik (kredibilitas rendah).
Dua komponen kredibilitas yang paling penting adalah keahlian dan kepercayaan. Keahlian adalah kesan yang dibentuk komunikate tentang kemampuan komunikator dalam hubungannya dengan topik yang dibicarakan. Komunikator yang dianggap tinggi pada keahlian dianggap sebagai cerdas, mampu, ahli, tahu banyak, berpengalaman, atau terlatih. Kepercayaan adalah kesan komunikate tentang komunikator yang berkaitan dengan wataknya.
Komunikator memiliki dinamisme, bila ia dipandang sebagai bergairah, bersemangat, aktif, tegas dan berani. Sebaliknya, komunikator yang tidak dinamis dianggap pasif, ragu-ragu, lesu dan lemah. Dinamisme umumnya berkenaan dengan cara berkomunikasi. Dalam komunikasi, dinamisme memperkokoh kesan keahlian dan kepercayaan. Sosiabilitas adalah kesan komunikate tentang komunikator sebagai orang yang periang dan senang bergaul. Koorientasi merupakan kesan komunikate tentang komunikator sebagai orang yang mewakili kelompok yang seseorang senangi, yang mewakili nilai-nilai seseorang. Karisma digunakan untuk menunjukkan suatu sifat luar biasa yang dimiliki komunikator yang menarik dan mengendalikan komunikate seperti magnet menarik benda-benda di seseseorangrnya.
2.1.1.2  Atraksi (attractiviness)
            Shelli Chaiken (1979), menelaah pengaruh kecantikan komunikator terhadap persuasi dengan studi lapangan. Ia mengkritik penelitian laboratorium yang meragukan pengaruh atraksi fisik, karena menghasilkan kesimpulan yang beraneka ragam.
            Seseorang cenderung menyenangi orang yang tampan atau cantik, yang banyak kesamaan dengan individu lain. Atraksi fisik menyebabkan komunikator menarik, dan karena menarik ia memiliki daya persuasive.
            Everett M.Rogers, setelah meninjau banyak penelitian komunikasi, ia membedakan antara kondisi homophily dan heterophily. Pada kondisi pertama, komunikator dan komunikate merasakan ada kesamaan dalam status sosial ekonomi, pendidikan, sikap dan kepercayaan. Pada kondisi kedua, terdapat perbedaan status sosial ekonomi, pendidikan dan kepercayaan antara komunikate dan komunikator. Komunikasi akan lebih efektif pada kondisi homophily daripada kondisi heterophily. Karena itulah komunikator yang ingin mempengaruhi orang lain sebaiknya memulai dengan menegaskan kesamaan antara dirinya dengan komunikate. Seseorang dapat mempersamakan dirinya dengan komunikate dengan menegaskan persamaan dalam kepercayaan, sikap, maksud, dan nilai-nilai sehubungan dengan suatu persoalan.
            Kesamaan  dengan komunikate cenderung berkomunikasi lebih efektif: pertama, kesamaan mempermudah penyandibalikkan (decoding), yakni proses penerjemahan lambang-lambang yang diterima menjadi gagasan-gagasan. Kedua, kesamaan membantu membangun premis yang sama. Ketiga, komunikate tertarik pada komunikator. Seperti telah berulang kali seseorang sebutkan, seseorang cenderung menyukai orang-orang yang memiliki kesamaan disposisional dengan seseorang. Keempat, kesamaan menumbuhkan rasa hormat dan percaya pada komunikator.

2.1.1.3  Kekuasaan
            Kekuasaan menyebabkan seorang komunikator dapat “memaksakan” kehendaknya kepada orang lain, karena ia memiliki sumber daya yang sangat penting (critical resources). Berdasarkan sumber daya yang dimilkinya, French dan Raven menyebutkan jenis-jenis kekuasaan. Klasifikasi ini kemudian dimodifikasikan Raven (1974) dan menghasilkan lima jenis kekuasaan :
1.      Kekuasaan koersif (coersive power). Kekuasaan koersif menunjukkan kemampuan komunikator untuk mendatangkan ganjaran atau memberikan hukuman pada komunikate. Ganjaran dan hukuman itu dapat bersifat personal (misalnya benci dan kasih sayang) atau impersonal (kenaikan pangkat atau pemecatan).
2.      Kekuasaan keahlian (expert power). Kekuasaan ini berasal dari pengetahuan, pengalaman, keterampilan, atau kemampuan yang dimiliki komunikator.
3.      Kekuasaan informasional (informational power). Kekuasaan ini berasal dari isi komunikasi tertentu atau pengetahuan baru yang dimiliki oleh komunikator.
4.      Kekuasaan rujukan (referent power). Disini komunikate menjadikan komunikator sebagai kerangka rujukan untuk menilai dirinya. Komunikator dikatakan memiliki kekuasaan rujukan bila ia berhasil menanamkan kekaguman pada komunikate, sehingga seluruh perilakunya diteladani.
5.      Kekuasaan legal (legitimate power). Kekuasaan ini berasal dari seperangkat peraturan norma yang menyebabkan komunikator berwenang untuk melakukan suatu tindakan.
Sumber :
Rakhmat, Jalaluddin. 2008. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya

VISUALISASI KREATIF, BERFIKIR, CREATIVE THINKING INTO ACTION

Ketika pikiran kita mampu memvisualisasikan tentang berbagai kenangan di masa lalu, maka akan mampu untuk memvisualisasikan sesuatu di masa depan. Ingatan manusia memiliki kekuatan yang luar biasa. Dengan hasil berfikir, manusia mampu untuk memperbaiki setiap kesalahan yang telah dilakukan pada masa lalu dan agar tidak terulang kembali di masa depan.

Otak menyimpan semua input indra dan melihat informasi sebagai symbol atau gambar. Citra yang diciptakan dalam fikiran mempengaruhi diri kita selain itu ingatan fikiran ini bisa mengontrol fungsi tubuh.

Visualisasi kreatif dapat mewujudkan apapun yang kita inginkan, bukan hanya sebatas mimpi. Tetapi pikiran ini harus di arahkan pada hal-hal yang positif secara terfokus untuk pencapaian keinginan. Di imbangi dengan pernyataan positif untuk lebih menanamkan suatu pesan dalam pikiran.

Tidak ada salahnya dan bahkan mungkin hal yang harus dilakukan jika setiap memiliki tujuan, kita menulisnya dan kemudian menyimpannya di setiap sudut rumah atau kamar sehingga dapat terbaca. Jika kita membacanya setiap kali melihat apa yang kita tuliskan, maka akan tertanam dalam ingatan. Hal itu tentunya akan berpengaruh pada apa yang kita lakukan, sehingga mampu terfokus dan selalu terarah.

Kita telah diberikan anugerah oleh Allah sebagai manusia sempurna yang memiliki perasaan, bergerak, berfikir, berkomunikasi, peibadah dan berikhtiar. Oleh karena itu harus selalu bersyukur dan menggunakan fikiran yang positif dan kreatif.
Creative thinking sebagai system memiliki elemen input, elemen proses dan elemen output.

Sabtu, 20 Oktober 2012

"Sistem Komunikasi Interpersonal"



2.1   Sistem Komunikasi Interpersonal
Menurut Drs. Jalaluddin Rahmat, M.Sc. lewat bukunya yang berjudul Psikologi Komunikasi, beliau menjelaskan tentang sistem dalam komunikasi interpersonal seperti :
  • Persepsi Interpersonal
  • Konsep Diri
  • Atraksi Interpersonal
  • Hubungan Interpersonal
2.1.1        Persepsi Interpersonal
Persepsi sosial kini telah memperoleh konotasi baru sebagai proses mempersepsi objek-objek dan peristiwa-peristiwa sosial. Untuk tidak mengaburkan istilah dan untuk menggarisbawahi manusia (bukan benda) sebagai objek persepsi, disini digunakan istilah persepsi interpersonal. Persepsi pada objek selain manusia kita sebut saja persepsi objek.
Ada empat perbedaan antara persepsi objek dengan persepsi interpersonal. Pertama, pada persepsi objek, stimuli ditangkap oleh alat indera melalui benda-benda fisik; gelombang, cahaya, gelombang suara, temperature, dan sebagainya; pada persepsi interpersonal, stumuli mungkin sampai kepada seseorang melalui lambang-lambang verbal atau grafis yang disampaikan pihak ketiga.
Kedua, dalam menanggapi objek, seseorang hanya menanggapi sifat-sifat luar obyek itu; tapi tidak meneliti sifat-sifat batiniyah obyek itu. Pada persepsi interpersonal mencoba memahami apa yang tampak pada alat indera seseorang. Ketiga, ketika mempersepsi objek, objek tidak bereaksi kepada seseorang; seseorang itu pun tidak memberikan reaksi emosional padanya. Dalam persepsi interpersonal, faktor-faktor personal anda, dan karakteristik orang yang ditanggapi serta hubungan anda dengan orang tersebut, menyebabkan persepsi interpersonal sampai cenderung untuk keliru. Keempat, objek relatif tetap, sedangkan manusia berubah-ubah. Persepsi interpersonal yang berobjekkan manusia kemudian menjadi mudah salah.
2.1.1.1 Pengaruh Faktor-faktor Situasional Pada Persepsi Interpersonal
  • Deskripsi Verbal
Menurut eksperimen Solomon E. Asch, bahwa kata yang disebutkan pertama akan mengarahkan penilaian selanjutnya. Pengaruh kata pertama ini kemudian terkenal sebagai primacy effect. Menurut teori Asch, ada kata-kata tertentu yang mengarahkan seluruh penilaian seseorang tentang orang lain. Jika kata tersebut berada ditengah rangkaian kata maka disebut central organizing trait.
Walaupun teori Asch ini menarik untuk melukiskan bagaimana cara orang menyampaikan berita tentang orang lain mempengaruhi persepsi seseorang tentang orang itu, dalam kenyataan jarang seseorang melukiskan orang dengan menyebut rangkaian kata sifat. Biasanya mulai pada central trait, menjelaskan sifat itu secara terperinci, baru melanjutkan pada sifat-sifat yang lain.
  • Petunjuk Proksemik
Proksemik adalah studi tentang penggunaan jarak dalam menyampaikan pesan; istilah ini dilahirkan oleh antroplog intercultural Eward T. Hall. Hall membagi jarak kedalam empat corak; jarak public, jarak sosial, jarak personal, dan jarak akrab. Jarak yang dibuat individu dalam hubungannya dengan orang lain menunjukkan tingkat keakraban di antara mereka.
Pertama, seperti Edward T. Hall, disimpulkan bahwa keakraban seorang dengan orang lain dari jarak mereka, seperti hasil yang diamati. Kedua, erat kaitannya dengan yang pertama, menangapi sifat orang lain dari cara orang itu membuat jarak dengan seseorang. Ketiga, caranya orang mengatur ruang mempengaruhi persepsi individu tentang orang itu.
  • Petunjuk Kinesik (Kinesic Cues)
Petunjuk kinesik adalah persepsi yang didasarkan kepada gerakan orang lain yang ditunjukkan kepada seseorang. Beberapa penelitian membuktikan bahwa persepsi yang cermat tentang sifat-sifat dari pengamatan petunjuk kinesik. Begitu pentingnya petunjuk kinesik, sehingga apabila petunjuk-petunjuk lain (seperti ucapan) bertentangan dengan petunjuk kinesik, orang mempercayai yang terakhir. Karena petunjuk kinesik adalah yang paling sukar untuk dikendalikan secara sadar oleh orang yang menjadi stimuli (selanjutnya disebut persona stimuli-orang yang dipersepsi; lawan dari persona penanggap).
  • Petunjuk Wajah
Diantara berbagai petunjuk non verbal, petunjuk fasial adalah yang paling penting dalam mengenali perasaan persona stimuli. Ahli komunikasi non verbal, Dale G. Leather (1976:21), menulis; “Wajah sudah lama menjadi sumber informasi dalam komunikasi interpersonal. Inilah alat yang sangat penting dalam menyampaikan makna. Dalam beberapa detik ungkapan wajah dapat menggerakkan kita ke puncak keputusan. Ketika seseorang menelaah wajah rekan dan sahabat kita untuk perubahan-perubahan halus dan nuansa makna dan mereka,pada gilirannya, menelaah kita”.
  • Petunjuk Paralinguistik
Yang dimaksud paralinguistik ialah cara orang mengucapkan lambang-lambang verbal. Jadi, jika petunjuk verbal menunjukkan aoa yang diucapkan, petunjuk paralinguistik mencerminkan bagaimana mengucapkannya. Ini meliputi tinggi-rendahnya suara, tempo bicara, gaya verbal (dialek), dan interaksi (perilaku ketika melakukan komunikasi atau obrolan). Suara keras akan dipersepsi marah atau menunjukkan hal yang sangat penting. Tempo bicara yang lambat, ragu-ragu, dan tersendat-sendat, akan dipahami sebagai ungkapan rendah diri atau kebodohan.
Dialek yang digunakan menentukan persepsi juga. Bila perilaku komunikasi (cara bicara) dapat memberikan petunjuk tentang kepribadian persona stimuli, suara mengungkapkan keadaan emosional.
  • Petunjuk Artifaktual
Petunjuk artifaktual meliputi segala macam penampilan (appearance) sejak potongan tubuh, kosmetik yang dipakai, baju, pangkat, badge, dan atribut-atribut lainnya. Bila seorang individu mengetahui bahwa orang lain memiliki satu sifat (misalnya, cantik atau jelek), beranggapan bahwa ia memiliki sifat-sifat tertentu (misalnya, periang atau penyedih); ini disebut halo effect. Bila sudah menyenangi seseorang, maka seseorang tersebut cenderung melihat sifat-sifat baik pada orang itu dan sebaliknya.
2.1.1.2 Pengaruh Faktor-faktor Personal Pada Persepsi Interpersonal
Persepsi interpersonal besar pengaruhnya bukan saja pada komunikasi interpersonal, tetapi juga pada hubungan interpersonal. Karena itu, keceramatan persepsi interpersonal akan sangat berguna untuk meningkatkan kualitas komunikasi interpersonal seseorang. Beberapa cirri-ciri khusus penanggap yang ceramat adalah :
  • Pengalaman
Pengalaman mempengaruhi kecermatan persepsi. Pengalaman tidak selalu lewat proses belajar formal. Pengalaman kita bertambah juga melalui rangkaian peristiwa yang pernah kita hadapi. Inilah yang menyebabkan seorang ibu segera melihat hal yang tidak beres pada wajah anaknya atau pada petunjuk kinesik lainnya. Ibu lebih berpengalaman mempersepsi anaknya daripada bapak. Ini juga sebabnya mengapa kita lebih sukar berdusta di depan orang yang paling dekat dengan kita.


  • Motivasi
Proses konstruktif yang banyak mewarnai persepsi interpersonal juga sangat banyak melibatkan unsur-unsur motivasi.
  • Kepribadian
Dalam psikoanalisis dikenal proyeksi, sebagai salah satu cara pertahanan ego. Proyeksi adalah mengeksternalisasikan pengalaman subjektif secara tidak sadar. Orang melempar perasaan bersalahnya pada orang lain. Maling teriak maling adalah contoh tipikal dari proyeksi. Pada persepsi interpersonal, orang mengenakan pada orang lain sifat-sifat yang ada pada dirinya, yang tidak disenanginya. Sudah jelas, orang yang banyak melakukan proyeksi akan tidak cermat menanggapi persona stimuli, bahkan mengaburkan gambaran sebenarnya. Sebaliknya, orang yang menerima dirinya apa adanya, orang yang tidak dibebani perasaan bersalah, cenderung menafsirkan orang lain lebih cermat. Begitu pula orang yang tenang, mudah bergaul dan ramah cenderung memberikan penilaian posoitif pada orang lain. Ini disebut leniency effect (Basson dan Maslow, 1957).
2.1.1.3 Proses Pembentukan Kesan
  • Stereotyping
Seorang guru ketika menghadapi murid-muridnya yang bermacam-macam, ia akan mengelompokkan mereka pada konsep-konsep tertentu; cerdas, bodoh, cantik, jelek, rajin, atau malas. Penggunaan konsep ini menyederhanakan bergitu banyak stimuli yang diterimanya. Tetapi, begitu anak-anak ini diberi kategori cerdas, persepsi guru terhadapnya akan konsisten. Semua sifat anak cerdas akan dikenakan kepada mereka. Inilah yang disebut stereotyping.
Stereotyping ini juga menjalaskan terjadinya primacy effect dan halo effect yang sudah kita jelaskan dimuka. Primacy effect secara sederhana menunjukkan bahwa kesan pertama amat menentukan; karena kesan itulah yang menentukan kategori. Begitu pula, halo effect. Persona stimuli yang sudah kita senangi telah mempunyai kategori tertentu yang positif, dan pada kategori itu sudah disimpan semua sifat yang baik.
  • Implicit Personality Theory
Memberikan kategori berarti membuat konsep. Konsep “makanan” mengelompokkan donat, pisang, nasi, dan biscuit dalam kategori yang sama. Konsep “bersahabat” meliputi konsep-konsep raman, suka menolong, toleran, tidak mencemooh dan sebagainya. Disini mempunyai asumsi bahwa orang ramah pasti suka menolong, toleran, dan tidak akan mencemooh. Setiap orang mempunyai konsepsi tersendiri tentang sifat-sifat apa yang berkaitan dengan sifat-sifat apa.
Konsepsi ini merupakan teori yang dipergunakan orang ketika membuat kesan tentang orang lain. Teori ini tidak pernah dinyatakan, kerena itu disebut implicit personality theory. Dalam kehidupan sehari-hari, semua psikolog, amatir, lengkap dengan berbagi teori kepribadian. Suatu hari anda menemukan pembantu anda sedang bersembahyang, anda menduga ia pasti jujur, saleh, bermoral tinggi. Teori anda belum tentu benar, sebab ada pengunjung masjid atau gereja yang tidak saleh dan tidak bermoral.
  • Atibusi
Atribusi adalah proses menyimpulkan motif, maksud, dan karakteristik orang lain dengan melihat pada perilakunya yang tampak (Baron dan Byrne, 1979:56). Atribusi boleh juga ditujukan pada diri sendiri (self attribution), tetapi di sini kita hanya membicarakan atribusi pada orang lain. Atribusi merupakan masalah yang cukup poupuler pada dasawarsa terakhir di kalangan psikologi sosial, dan agak menggeser fokus pembentukan dan perubahan sikap. Secara garis besar ada dua macam atribusi: atribusi kausalitas dan atribusi kejujuran.
2.1.1.4 Proses Pengelolaan Kesan (Impression Management)
Kecermatan persepsi interpersonal dimudahkan oleh petunjuk-petunjuk verbal dan non verbal, dan dipersulit oleh factor-faktor personal penangkap. Kesulitan persepsi juga timbul karena persona stimuli berusaha menampilkan petunjuk-petunjuk tertentu untuk menimbulkan kesan tertentu pada diri penangkap. Erving Goffman menyebut proses ini pengelolaan kesan (Impression management).
Peralatan lengkap yang digunakan untuk menampilkan diri ini disebut front. Front terdiri dari panggung (setting), penampilan (appearance), dan gaya bertingkah laku (manner). Panggung adalah rangkaian peralatan ruang dan benda yang digunakan. Penampilan berarti menggunakan petunjuk artifaktual. Gaya bertingkah laku menunjukkan cara seseorang berjalan, duduk, berbicara, memandang, dan sebagainya.
2.1.1.5 Pengaruh Persepsi Interpersonal Pada Komunikasi Interpersonal
Perilaku seseorang dalam komunikasi interpersonal amat bergantung pada persepsi interpersonal. Karena persepsi yang keliru, seringkali terjadi kegagalan dalam komunikasi. Kegagalan komunikasi dapat diperbaiki bila orang menyadari bahwa persepsinya mungkin salah. Komunikasi interpersonal akan menjadi lebih baik bila mengetahui bahwa persepsi seseorang bersifat subjektif dan cenderung keliru.
2.1.2        Konsep Diri
Konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita. Anita Taylor et al. mendefinisikan konsep diri sebagai “all you think and feel about you, the entire complex of beliefs and attitudes you hold about yourself” (1997:98). Ada dua komponen konsep diri : komponen kognitif dan komponen afektif. Dalam psikologi sosial, komponen kognitif disebut citra diri (self image), dan komponen afektif disebut harga diri (self esteem).
Konsep diri yang positif, ditandai dengan lima hal, yaitu:
  1. Yakin akan kemampuan mengatasi masalah;
  2. Merasa setara dengan orang lain;
  3. Menerima pujian tanpa rasa malu;
  4. Menyadari, bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan, keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui oleh masyarakat;
  5. Mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang tidak disenanginya dan berusaha mengubahnya.
Konsep diri merupakan faktor yang sangat menentukan dalam komunikasi antarpribadi, yaitu:
a)      Nubuat yang dipenuhi sendiri. Setiap orang bertingkah laku sedapat mungkin sesuai dengan konsep dirinya. Bila seseorang mahasiswa menganggap dirinya sebagai orang yang rajin, ia akan berusaha menghadiri kuliah secara teratur, membuat catatan yang baik, mempelajari materi kuliah dengan sungguh-sungguh, sehingga memperoleh nilai akademis yang baik.
b)      Membuka diri. Pengetahuan tentang diri kita akan meningkatkan komunikasi, dan pada saat yang sama, berkomunikasi dengan orang lain meningkatkan pengetahuan tentang diri kita. Dengan membuka diri, konsep diri menjadi dekat pada kenyataan. Bila konsep diri sesuai dengan pengalaman kita, kita akan lebih terbuka untuk menerima pengalaman-pengalaman dan gagasan baru.
c)      Percaya diri. Ketakutan untuk melakukan komunikasi dikenal sebagai communication apprehension. Orang yang aprehensif dalam komunikasi disebabkan oleh kurangnya rasa percaya diri. Untuk menumbuhkan percaya diri, menumbuhkan konsep diri yang sehat menjadi perlu.
d)      Selektivitas. Konsep diri mempengaruhi perilaku komunikasi kita karena konsep diri mempengaruhi kepada pesan apa kita bersedia membuka diri (terpaan selektif), bagaimana kita mempersepsi pesan (persepsi selektif), dan apa yang kita ingat (ingatan selektif). Selain itu konsep diri juga berpengaruh dalam penyandian pesan (penyandian selektif).

2.1.3        Atraksi Interpersonal
Dean C Barlund seorang ahli komunikasi interpersonal menulis “Menghindari garis-garis atraksi dan penghindaran dalam sistem sosial, artinya mampu meramalkan dari mana pesan akan muncul, kepada siapa pesan itu akan mengalir, dan bagaimana pesan itu akan di terima” (Barlund, 1968:71).
Atraksi berasal dari bahasa Latin attrahere-ad :menuju; trahere; menarik. Artinya adalah kesukaan pada orang lain, sikap positif dan daya tarik seseorang.
2.1.3.1 Faktor-faktor penyebab timbulnya Atraksi Interpersonal, antara lain:
  1. Faktor personal
Faktor personal sangat menentukan timbulnya atraksi sesorang dengan orang lain. Adapun faktor-faktor personal yang mempengaruhi atraksi interpersonal, adalah sebagai berikut:
  1. Kesamaan karakteristik personal
Kesamaan karakteristik personal ditandai dengan kesamaan dalam nilai-nilai, sikap, keyakinan, tingkat/status sosisal ekonomi, agama, ideologi, dan lain-lain. Mereka yang memiliki kesamaan dalam hal-hal tadi, cenderung menyukai satu sama lain.
  1. Tekanan emosional (stres)
Orang yang berada di bawah tekanan emosional, stres, bingung, cemas dan lain-lain akan menginginkan kehadiran orang lain untuk membantunya, sehingga kecenderungan untuk menyukai orang lain semakin besar.
  1. Harga diri yang rendah
Orang yang rendah diri cenderung mudah untuk menyukai orang lain. Orang yang merasa penampilan dirinya kurang menarik akan mudah menerima persahabatan dari orang lain.
  1. Isolasi sosial
Sebagai makhluk sosial, manusia mungkin tahan untuk hidup terasing selama beberapa waktu, namun tidak untuk waktu yang lama. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa tingkat isolasi sosial sangat besar pengaruhnya terhadap kesukaan kita pada orang lain.
  1. Faktor-faktor situasional
Adapun faktor-faktor situasional yang dapat memicu timbulnya atraksi interpersonal, antara lain:
  1. Daya tarik fisik (physical attractiveness)
Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa daya tarik fisik seseorang sering menjadi penyebab utama atraksi interpersonal. Mereka yang berpenampilan cantik menarik biasanya lebih mudah mendapat perhatian dan simpati orang.
  1. Ganjaran (reward)
Pada umumnya seseorang akan menyukai orang yang memberikan ganjaran pada dirinya. Ganjaran bisa berupa bantuan, dorongan moral, pujian atau hal-hal yang meningkatkan harga diri kita.
  1. Familiarity
Seseorang atau hal-hal yang sudah kita kenal dan akrab dengan kita biasanya lebih disukai daripada hal-hal atau orang yang masih asing bagi kita. Contohnya adalah dengan penerapan teknik repetisi dalam iklan agar kita semakin akrab dengan produk yang diiklankan sehingga akhirnya menyukai produk tersebut.


  1. Kedekatan (proximity) atau closeness
Hubungan kita dengan orang lain tergantung seberapa dekat kita dengan orang tersebut. Sebagai contoh, sejumlah kasus menunjukkan bahwa orang lebih menyukai orang lain berdekatan tempat tinggal dengannya.
  1. Kemampuan (competence)
Terdapat kecenderungan bahwa seseorang lebih menyukai orang lain yang memiliki kemampuan lebih tinggi atau lebih berhasil dalam kehidupannya daripada dirinya.
2.1.3.2 Komunikasi antarpribadi dipengaruhi atraksi interpersonal dalam hal :
  1. Penafsiran pesan dan penilaian. Pendapat dan penilaian kita terhadap orang lain tidak semata-mata berdasarkan pertimbangan rasional, kita juga makhluk emosional. Karena itu, ketika kita menyenangi seseorang, kita juga cenderung melihat segala hal yang berkaitan dengan dia secara positif. Sebaliknya, jika membencinya, kita cenderung melihat karakteristiknya secara negatif.
  2. Efektivitas komunikasi. Komunikasi antarpribadi dinyatakan efektif bila pertemuan komunikasi merupakan hal yang menyenangkan bagi komunikan. Bila kita berkumpul dalam satu kelompok yang memiliki kesamaan dengan kita, kita akan gembira dan terbuka. Bila berkumpul dengan denganorang-orang yang kita benci akan membuat kita tegang, resah, dan tidak enak. Kita akan menutup diri dan menghindari komunikasi.
2.1.4        Hubungan Interpersonal
Komunikasi yang efektif ditandai dengan hubungan interpersonal yang baik. Kegagalan komunikasi sekunder terjadi, bila isi pesan kita dipahami, tetapi hubungan di antara komunikan menjadi rusak. Anita Taylor et al. (1997:187) mengatakan Komunikasi interpersonal yang efektif meliputi banyak unsur, tetapi hubungan interpersonal barangkali yang paling penting.
Banyak penyebab dari rintangan komunikasi berakibat kecil saja bila ada hubungan baik diantara komunikan. Sebaliknya, pesan yang paling jelas, paling tegas, dan paling cermat tidak dapat menghindari kegagalan, jika terjadi hubungan yang jelek.
Untuk menumbuhkan dan meningkatkan hubungan interpersonal, kita perlu meningkatkan kualitas komunikasi. Beberapa faktor yang mempengaruhi komunikasi interpersonal adalah:
  1. Percaya (trust)
Secara ilmiah, percaya didefinisikan sebagai “mengandalkan perilaku orang untuk mencapai tujuan yang dikehendaki, yang pencapaiannya tidak pasti dan dalam situasi yang penuh risiko” (Giffin, 1967:224-234). Dari definisi tersebut, terdapat tiga unsur percaya:
  1. Ada situasi yang menimbulkan risiko
  2. Orang yang menaruh kepercayaan kepada orang lain berarti menyadari bahwa akibat-akibatnya bergantung pada perilaku orang lain
  3. Orang yang yakin bahwa perilaku orang lain akan berakibat baik baginya.
Percaya kepada orang lain dipengaruhi oleh faktor-faktor personal dan situasional. Disamping faktor-faktor personal, ada tiga faktor yang berhubungan dengan sikap percaya :
a)      Karakteristik dan maksud orang lain, artinya orang akan menaruh kepercayaan kepada seseorang yang dianggap memiliki kemampuan, keterampilan, pengalaman dalam bidang tertentu. Orang itu memiliki sifat-sifat bisa diduga, diandalkan, jujur dan konsisten.
b)      Hubungan kekuasaan, artinya percaya tumbuh apabila seseorang mempunyai kekuasaan terhadap orang lain, maka orang itu patuh dan tunduk.
c)      Sifat dan kualitas komunikasi, mengambarkan adanya keterbukaan. Bila maksud dan tujuan sudah jelas, harapan sudah dinyatakan, maka sikap percaya akan muncul.
  1. Sikap Suportif
Sikap suportif adalah sikap yang mengurangi sikap defensif dalam komunikasi. Komunikasi defensif dapat terjadi karena faktor-faktor personal (ketakutan, kecemasan, harga diri yang rendah, pengalaman defensif dan sebagainya) atau faktor-faktor situasional. Beberapa ciri perilaku suportif yaitu:
a)      Evaluasi dan Deskripsi. Evaluasi artinya penilaian terhadap orang lain; memuji atau mengecam. Deskripsi artinya penyampaian perasaan dan persepsi seseorang tanpa menilai. Maksudnya, kita tidak perlu memberikan kecaman atas kelemahan dan kekurangannya.
b)      Kontrol dan Orientasi Masalah. Perilaku kontrol artinya berusaha untuk mengubah orang lain, mengendalikan perilakunya, mengubah sikap, pendapat dan tindakannya. Orientasi masalah sebaliknya adalah mengkomunikasikan keinginan untuk kerja sama, mencari pemecahan masalah. Mengajak orang lain bersama-sama menetapkan tujuan dan menentukan cara mencapai tujuan.
c)      Strategi dan Spontanitas. Strategi adalah penggunaan tipuan-tipuan atau manipulasi untuk mempengaruhi orang lain. Spontanitas artinya sikap jujur dan dianggap tidak menyelimuti motif yang terpendam.
d)      Netralitas dan Empati. Netralitas berarti memperlakukan orang lain tidak sebagai persona, melainkan sebagai objek. Bersikap netral menunjukkan sikap tak acuh, tidak menghiraukan perasaan dan pengalaman orang lain. Empati menganggap orang lain sebagai persona.
e)      Superioritas dan Persamaan. Superioritas artinya sikap menunjukkan seseorang lebih tinggi atau lebih baik dari orang lain karena status, kekuasaan, kemampuan intelektual, kekayaan atau kecantikan. Persamaan adalah sikap memperlakukan orang lain secara horizontal dan demokratis. Dalam sikap persamaan, seseorang tidak mempertegas perbedaan, komunikasi tidak melihat perbedaan walaupun status berbeda, penghargaan dan rasa hormat terhadap perbedaan-perbedaan pandangan dan keyakinan.
f)        Kepastian dan Provisionalisme. Orang yang memiliki kepastian bersifat dogmatis, ingin menang sendiri, dan melihat pendapatnya sebagai kebenaran mutlak dan tidak dapat diganggu gugat. Provisionalisme adalah kesediaan untuk meninjau kembali pendapat sendiri.
  1. Sikap terbuka
Sikap terbuka (open-mindedness) sangat besar pengaruhnya dalam menumbuhkan komunikasi interpersonal yang efektif. Lawan dari sikap terbuka adalah dogmatisme. Berikut ini adalah contoh-contoh karakteristik orang yang dogmatis atau bersikap tertutup :
a)      Menilai pesan berdasarkan motif pribadi
b)      Berpikir simplistis, artinya tidak sanggup membedakan yang setengah benar setengah salah, yang tengah-tengah.
c)      Berorientasi pada sumber
d)      Mencari informasi dari sumber sendiri
e)      Secara kaku mempertahankan dan membela sistem kepercayaannya
f)        Tidak mampu membiarkan inkonsistensi.

Sumber :

Rakhmat, Jalaluddin. 2008. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya