Rabu, 07 November 2012

"Psikologi Komunikator"



2.1 Psikologi Komunikator

            Aristoteles menyebut karakter komunikator ini sebagai ethos. Ethos terdiri dari pikiran baik, akhlak yang baik, dan maksud yang baik (good sense, good moral, character, good will).
Pendapat Aristoteles ini diuji secara ilmiah 2300 tahun kemudian oleh Carl Hovland dan Walter Weiss (1951). Mereka melakukan eksperimen pertama tentang psikologi komunikator. Kepada sejumlah besar subjek disampaikan pesan tentang kemungkinan membangun kapal selam yang digerakkan oleh tenaga atom (waktu itu, menggunakan energi atom masih merupakan impian).
Hovland dan Weiss menyebut ethos ini credibility yang terdiri dari dua unsur : Expertise (keahlian) dan trustworthiness (dapat dipercaya). Kedua komponen ini telah disebut dengan istilah-istilah lain oleh ahli komunikasi yang berbeda. Untuk expertness, McCroskey (1968) menyebutnya authoritativeness : Markham (1968) menamainya factor reliablelogical: berlo, Lemert dan Mertz (1966) menggunakan qualification. Untuk trusworthiness, peneliti lain menggunakan istilah safety, character, atau evaluative faktor.
Seseorang tidak akan mempersoalkan mana istilah yang benar. Dapat disebut kredibilitas, tetapi seseorang tidak hanya melihat pada kredibilitas sebagai faktor yang mempengaruhi efektifitas sumber. Tetapi  juga akan melihat dua unsur lainnya : atraksi komunikator (source attractiviness) dan kekuasaan (source power). Seluruhnya-kredibilitas, atraksi dan kekuasaan-seseorang sebut sebagai ethos (sebagai penghormatan pada aristoteles, psikologi komunikasi yang pertama).
2.1.1 Dimensi-dimensi Ethos
            Ethos atau faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas komunikator terdiri dari kredibilitas, atraksi, dan kekuasaan. Ketiga dimensi ini berhubungan dengan jenis pengaruh sosial yang ditimbulkannya. Menurut Herbert C. Kelman (1957) pengaruh komunikasi seseorang pada orang lain berupa tiga hal : internalisasi (internalization), identifikasi (identification), dan ketundukan (compliance).
a.      Internalisasi (internalization)
            Terjadi bila orang menerima pengaruh karena perilaku yang dianjurkan itu sesuai dengan sistem nilai yang dimilikinya. Seseorang menerima gagasan, pikiran atau anjuran orang lain, karena gagasan, pikiran, atau anjuran sendiri berguna untuk memecahkan masalah, penting dalam menunjukkan arah, atau dituntut oleh sistem nilai. Internalisasi terjadi karena seseorang menerima anjuran orang lain atas dasar rasional.
            Contoh : seorang individu menghentikan rokok karena perintah dokter, karena ingin menelihara kesehatan atau karena merokok tidak sesuai dengan nilai-nilai yang dianut. Dimensi ethos yang paling relevan disini ialah Kredibilitas – keahlian komunikator atau kepercayaan seseorang pada komunikator.
b.      Identifikasi (identification)
            Terjadi bila individu mengambil perilaku yang berasal dari orang atau kelompok lain karena perilaku itu berkaitan dengan hubungan yang mendefinisikan diri secara memuaskan dengan orang atau kelompok itu. Hubungan yang mendefinisikan diri secara memuaskan (satisfying self-defining relationship) dengan orang atau kelompok itu. Hubungan yang mendefinisikan diri artinya memperjelas konsep diri.
            Individu mendefinisikan penaranannya dengan peranan orang lain, dia berusaha seperti atau benar-benar menjadi orang lain. Mengatakan apa yang dia katakan, melakukan apa yang dia lakukan, mempercayai apa yang dia percayai, individu mendefinisikan  dirinya sesuai dengan orang yang mempengaruhinya.
            Contoh : Anak berperilaku mencontoh ayahnya, murid meniru tingakah laku gurunya, atau penggemar bertingkah atau berperilaku seperti idolanya. Dimensi ethos yang paling relevan adalah Atraksi – daya tarik komunikasi.
c.       Ketundukan (complience)
            Terjadi bila individu menerima pengaruh dari orang atau kelompok lain karena ia berharap memperoleh reaksi yang menyenangkan dari orang atau kelompok tersebut. Ia ingin memperoleh ganjaran atau menghindari hukuman dari pihak yang mempengaruhinya. Dalam ketundukan orang menerima perilaku yang dianjurkan bukan karena mempercayaiunya, tetapi karena perilaku tersebut membantunya untuk menghasilkan efek sosial yang memuaskan.
            Contoh : Bawahan yang mengikuti perintah atasannya karena takut dipecat, petani yang menanam sawahnya karena ancaman pamong desa. Dimensi Ethos yang berkaitan dengan ketundukan ialah kekuasaan.

2.1.1.1  Kredibilitas
            Kredibilitas adalah seperangkat persepsi komunikate tentang sifat-sifat komunikator. Dalam definisi ini terkandung dua hal: (1) Kredibilitas adalah persepsi komunikate, tidak inheren dalam diri komunikator; (2) Kredibilitas berkenaan dengan sifat-sifat komunikator, yang selanjutnya akan seseorang sebut sebagai komponen-konponen kredibilitas. Karena kredibilitas itu masalah persepsi.  Kredibilitas berubah bergantung pada pelaku persepsi (komunikate), topik yang dibahas, dan situasi.
            Hal-hal yang mempengaruhi perspsi komunikate tentang komunikator sebelum ia berlakukan komunikasinya disebut prior ethos (Andersen,1972:82). Sumber komunikasi memperoleh prior ethos karena berbagai hal, seseorang membentuk gambaran tentang diri komunikator dari pengalamn langsung dengan komunikator itu atau dari pengalaman wakilan (vicarious experiences), misalnya, karena sudah lama bergaul dengan dia dan sudah mengenal integritas kepribadiannya atau karena seseorang sudah sering melihat atau mendengarnya dalam media masa. Pada satu kelompok dikatakan bahwa pembicara adalah hakim yang banyak menulis masalah kenakalan remaja (kredibilitas tinggi), dan pada kelompoklain dilukiskan pembicara sebagai pengedar narkotik (kredibilitas rendah).
Dua komponen kredibilitas yang paling penting adalah keahlian dan kepercayaan. Keahlian adalah kesan yang dibentuk komunikate tentang kemampuan komunikator dalam hubungannya dengan topik yang dibicarakan. Komunikator yang dianggap tinggi pada keahlian dianggap sebagai cerdas, mampu, ahli, tahu banyak, berpengalaman, atau terlatih. Kepercayaan adalah kesan komunikate tentang komunikator yang berkaitan dengan wataknya.
Komunikator memiliki dinamisme, bila ia dipandang sebagai bergairah, bersemangat, aktif, tegas dan berani. Sebaliknya, komunikator yang tidak dinamis dianggap pasif, ragu-ragu, lesu dan lemah. Dinamisme umumnya berkenaan dengan cara berkomunikasi. Dalam komunikasi, dinamisme memperkokoh kesan keahlian dan kepercayaan. Sosiabilitas adalah kesan komunikate tentang komunikator sebagai orang yang periang dan senang bergaul. Koorientasi merupakan kesan komunikate tentang komunikator sebagai orang yang mewakili kelompok yang seseorang senangi, yang mewakili nilai-nilai seseorang. Karisma digunakan untuk menunjukkan suatu sifat luar biasa yang dimiliki komunikator yang menarik dan mengendalikan komunikate seperti magnet menarik benda-benda di seseseorangrnya.
2.1.1.2  Atraksi (attractiviness)
            Shelli Chaiken (1979), menelaah pengaruh kecantikan komunikator terhadap persuasi dengan studi lapangan. Ia mengkritik penelitian laboratorium yang meragukan pengaruh atraksi fisik, karena menghasilkan kesimpulan yang beraneka ragam.
            Seseorang cenderung menyenangi orang yang tampan atau cantik, yang banyak kesamaan dengan individu lain. Atraksi fisik menyebabkan komunikator menarik, dan karena menarik ia memiliki daya persuasive.
            Everett M.Rogers, setelah meninjau banyak penelitian komunikasi, ia membedakan antara kondisi homophily dan heterophily. Pada kondisi pertama, komunikator dan komunikate merasakan ada kesamaan dalam status sosial ekonomi, pendidikan, sikap dan kepercayaan. Pada kondisi kedua, terdapat perbedaan status sosial ekonomi, pendidikan dan kepercayaan antara komunikate dan komunikator. Komunikasi akan lebih efektif pada kondisi homophily daripada kondisi heterophily. Karena itulah komunikator yang ingin mempengaruhi orang lain sebaiknya memulai dengan menegaskan kesamaan antara dirinya dengan komunikate. Seseorang dapat mempersamakan dirinya dengan komunikate dengan menegaskan persamaan dalam kepercayaan, sikap, maksud, dan nilai-nilai sehubungan dengan suatu persoalan.
            Kesamaan  dengan komunikate cenderung berkomunikasi lebih efektif: pertama, kesamaan mempermudah penyandibalikkan (decoding), yakni proses penerjemahan lambang-lambang yang diterima menjadi gagasan-gagasan. Kedua, kesamaan membantu membangun premis yang sama. Ketiga, komunikate tertarik pada komunikator. Seperti telah berulang kali seseorang sebutkan, seseorang cenderung menyukai orang-orang yang memiliki kesamaan disposisional dengan seseorang. Keempat, kesamaan menumbuhkan rasa hormat dan percaya pada komunikator.

2.1.1.3  Kekuasaan
            Kekuasaan menyebabkan seorang komunikator dapat “memaksakan” kehendaknya kepada orang lain, karena ia memiliki sumber daya yang sangat penting (critical resources). Berdasarkan sumber daya yang dimilkinya, French dan Raven menyebutkan jenis-jenis kekuasaan. Klasifikasi ini kemudian dimodifikasikan Raven (1974) dan menghasilkan lima jenis kekuasaan :
1.      Kekuasaan koersif (coersive power). Kekuasaan koersif menunjukkan kemampuan komunikator untuk mendatangkan ganjaran atau memberikan hukuman pada komunikate. Ganjaran dan hukuman itu dapat bersifat personal (misalnya benci dan kasih sayang) atau impersonal (kenaikan pangkat atau pemecatan).
2.      Kekuasaan keahlian (expert power). Kekuasaan ini berasal dari pengetahuan, pengalaman, keterampilan, atau kemampuan yang dimiliki komunikator.
3.      Kekuasaan informasional (informational power). Kekuasaan ini berasal dari isi komunikasi tertentu atau pengetahuan baru yang dimiliki oleh komunikator.
4.      Kekuasaan rujukan (referent power). Disini komunikate menjadikan komunikator sebagai kerangka rujukan untuk menilai dirinya. Komunikator dikatakan memiliki kekuasaan rujukan bila ia berhasil menanamkan kekaguman pada komunikate, sehingga seluruh perilakunya diteladani.
5.      Kekuasaan legal (legitimate power). Kekuasaan ini berasal dari seperangkat peraturan norma yang menyebabkan komunikator berwenang untuk melakukan suatu tindakan.
Sumber :
Rakhmat, Jalaluddin. 2008. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya

VISUALISASI KREATIF, BERFIKIR, CREATIVE THINKING INTO ACTION

Ketika pikiran kita mampu memvisualisasikan tentang berbagai kenangan di masa lalu, maka akan mampu untuk memvisualisasikan sesuatu di masa depan. Ingatan manusia memiliki kekuatan yang luar biasa. Dengan hasil berfikir, manusia mampu untuk memperbaiki setiap kesalahan yang telah dilakukan pada masa lalu dan agar tidak terulang kembali di masa depan.

Otak menyimpan semua input indra dan melihat informasi sebagai symbol atau gambar. Citra yang diciptakan dalam fikiran mempengaruhi diri kita selain itu ingatan fikiran ini bisa mengontrol fungsi tubuh.

Visualisasi kreatif dapat mewujudkan apapun yang kita inginkan, bukan hanya sebatas mimpi. Tetapi pikiran ini harus di arahkan pada hal-hal yang positif secara terfokus untuk pencapaian keinginan. Di imbangi dengan pernyataan positif untuk lebih menanamkan suatu pesan dalam pikiran.

Tidak ada salahnya dan bahkan mungkin hal yang harus dilakukan jika setiap memiliki tujuan, kita menulisnya dan kemudian menyimpannya di setiap sudut rumah atau kamar sehingga dapat terbaca. Jika kita membacanya setiap kali melihat apa yang kita tuliskan, maka akan tertanam dalam ingatan. Hal itu tentunya akan berpengaruh pada apa yang kita lakukan, sehingga mampu terfokus dan selalu terarah.

Kita telah diberikan anugerah oleh Allah sebagai manusia sempurna yang memiliki perasaan, bergerak, berfikir, berkomunikasi, peibadah dan berikhtiar. Oleh karena itu harus selalu bersyukur dan menggunakan fikiran yang positif dan kreatif.
Creative thinking sebagai system memiliki elemen input, elemen proses dan elemen output.