2.1 Psikologi
Komunikator
Aristoteles menyebut karakter
komunikator ini sebagai ethos. Ethos
terdiri dari pikiran baik, akhlak yang baik, dan maksud yang baik (good sense, good moral, character, good
will).
Pendapat Aristoteles ini diuji
secara ilmiah 2300 tahun kemudian oleh Carl Hovland dan Walter Weiss (1951).
Mereka melakukan eksperimen pertama tentang psikologi komunikator. Kepada
sejumlah besar subjek disampaikan pesan tentang kemungkinan membangun kapal
selam yang digerakkan oleh tenaga atom (waktu itu, menggunakan energi atom
masih merupakan impian).
Hovland dan Weiss menyebut ethos ini
credibility yang terdiri dari dua unsur : Expertise
(keahlian) dan trustworthiness (dapat
dipercaya). Kedua komponen ini telah disebut dengan istilah-istilah lain
oleh ahli komunikasi yang berbeda. Untuk expertness,
McCroskey (1968) menyebutnya authoritativeness
: Markham (1968) menamainya factor reliablelogical:
berlo, Lemert dan Mertz (1966) menggunakan qualification. Untuk trusworthiness,
peneliti lain menggunakan istilah safety,
character, atau evaluative
faktor.
Seseorang tidak akan mempersoalkan mana
istilah yang benar. Dapat disebut kredibilitas, tetapi seseorang tidak hanya melihat pada
kredibilitas sebagai faktor yang mempengaruhi efektifitas sumber. Tetapi juga akan melihat dua unsur lainnya : atraksi
komunikator (source attractiviness)
dan kekuasaan (source power).
Seluruhnya-kredibilitas, atraksi dan kekuasaan-seseorang sebut sebagai ethos
(sebagai penghormatan pada aristoteles, psikologi komunikasi yang pertama).
2.1.1 Dimensi-dimensi Ethos
Ethos atau faktor-faktor yang
mempengaruhi efektifitas komunikator terdiri dari kredibilitas, atraksi, dan
kekuasaan. Ketiga dimensi ini berhubungan dengan jenis pengaruh sosial yang
ditimbulkannya. Menurut Herbert C. Kelman (1957) pengaruh komunikasi seseorang pada orang lain berupa tiga hal :
internalisasi (internalization),
identifikasi (identification), dan
ketundukan (compliance).
a. Internalisasi
(internalization)
Terjadi bila orang menerima pengaruh
karena perilaku yang dianjurkan itu sesuai dengan sistem nilai yang
dimilikinya. Seseorang menerima
gagasan, pikiran atau anjuran orang lain, karena gagasan, pikiran, atau anjuran
sendiri berguna untuk memecahkan masalah, penting dalam menunjukkan arah, atau
dituntut oleh sistem nilai. Internalisasi terjadi karena seseorang menerima anjuran orang lain atas
dasar rasional.
Contoh : seorang
individu
menghentikan rokok karena perintah dokter, karena ingin menelihara kesehatan
atau karena merokok tidak sesuai dengan nilai-nilai yang dianut. Dimensi ethos yang paling relevan disini ialah Kredibilitas – keahlian
komunikator atau kepercayaan seseorang pada komunikator.
b. Identifikasi
(identification)
Terjadi bila individu mengambil
perilaku yang berasal dari orang atau kelompok lain karena perilaku itu berkaitan
dengan hubungan yang mendefinisikan diri secara memuaskan dengan orang atau
kelompok itu. Hubungan yang mendefinisikan diri secara memuaskan (satisfying self-defining relationship)
dengan orang atau kelompok itu. Hubungan yang mendefinisikan diri artinya memperjelas konsep diri.
Individu mendefinisikan penaranannya
dengan peranan orang lain, dia berusaha seperti atau benar-benar menjadi orang
lain. Mengatakan apa yang dia katakan, melakukan apa yang dia lakukan,
mempercayai apa yang dia percayai, individu mendefinisikan dirinya sesuai dengan orang yang
mempengaruhinya.
Contoh : Anak berperilaku mencontoh ayahnya,
murid meniru tingakah laku gurunya, atau penggemar bertingkah atau berperilaku
seperti idolanya. Dimensi ethos yang paling relevan adalah Atraksi – daya tarik komunikasi.
c. Ketundukan (complience)
Terjadi bila individu menerima
pengaruh dari orang atau kelompok lain karena ia berharap memperoleh reaksi
yang menyenangkan dari orang atau kelompok tersebut. Ia ingin memperoleh
ganjaran atau menghindari hukuman dari pihak yang mempengaruhinya. Dalam
ketundukan orang menerima perilaku yang dianjurkan bukan karena
mempercayaiunya, tetapi karena perilaku tersebut membantunya untuk menghasilkan
efek sosial yang memuaskan.
Contoh : Bawahan yang mengikuti perintah
atasannya karena takut dipecat, petani yang menanam sawahnya karena ancaman pamong desa. Dimensi Ethos yang berkaitan dengan
ketundukan ialah kekuasaan.
2.1.1.1
Kredibilitas
Kredibilitas adalah
seperangkat persepsi komunikate tentang sifat-sifat komunikator. Dalam definisi
ini terkandung dua hal: (1) Kredibilitas adalah persepsi komunikate, tidak
inheren dalam diri komunikator; (2) Kredibilitas berkenaan dengan sifat-sifat
komunikator, yang selanjutnya akan seseorang
sebut sebagai komponen-konponen kredibilitas. Karena kredibilitas itu masalah persepsi. Kredibilitas berubah bergantung pada pelaku persepsi (komunikate), topik yang
dibahas, dan situasi.
Hal-hal yang mempengaruhi perspsi
komunikate tentang komunikator sebelum ia berlakukan komunikasinya disebut prior ethos (Andersen,1972:82). Sumber
komunikasi memperoleh prior ethos
karena berbagai hal, seseorang membentuk gambaran tentang diri komunikator dari pengalamn
langsung dengan komunikator itu atau dari pengalaman wakilan (vicarious experiences), misalnya,
karena sudah lama bergaul dengan dia dan sudah mengenal integritas
kepribadiannya atau karena seseorang sudah sering melihat atau mendengarnya
dalam media masa. Pada satu kelompok dikatakan bahwa pembicara adalah
hakim yang banyak menulis masalah kenakalan remaja (kredibilitas tinggi), dan
pada kelompoklain dilukiskan pembicara sebagai pengedar narkotik (kredibilitas
rendah).
Dua komponen
kredibilitas yang paling penting adalah keahlian dan kepercayaan. Keahlian
adalah kesan yang dibentuk komunikate tentang kemampuan komunikator dalam
hubungannya dengan topik yang dibicarakan. Komunikator yang dianggap tinggi
pada keahlian dianggap sebagai cerdas, mampu, ahli, tahu banyak, berpengalaman,
atau terlatih. Kepercayaan adalah kesan komunikate tentang komunikator yang
berkaitan dengan wataknya.
Komunikator
memiliki dinamisme, bila ia dipandang sebagai bergairah, bersemangat, aktif,
tegas dan berani. Sebaliknya, komunikator yang tidak dinamis dianggap pasif,
ragu-ragu, lesu dan lemah. Dinamisme umumnya berkenaan dengan cara
berkomunikasi. Dalam komunikasi, dinamisme memperkokoh kesan keahlian dan kepercayaan.
Sosiabilitas adalah kesan komunikate tentang komunikator sebagai orang yang
periang dan senang bergaul. Koorientasi merupakan kesan komunikate tentang
komunikator sebagai orang yang mewakili kelompok yang seseorang senangi, yang
mewakili nilai-nilai seseorang. Karisma digunakan untuk menunjukkan suatu sifat
luar biasa yang dimiliki komunikator yang menarik dan mengendalikan komunikate
seperti magnet menarik benda-benda di seseseorangrnya.
2.1.1.2 Atraksi (attractiviness)
Shelli Chaiken (1979), menelaah
pengaruh kecantikan komunikator terhadap persuasi dengan studi lapangan. Ia
mengkritik penelitian laboratorium yang meragukan pengaruh atraksi fisik, karena
menghasilkan kesimpulan yang beraneka ragam.
Seseorang cenderung menyenangi orang yang
tampan atau cantik, yang banyak kesamaan dengan individu lain. Atraksi fisik menyebabkan komunikator menarik, dan
karena menarik ia memiliki daya persuasive.
Everett M.Rogers, setelah meninjau
banyak penelitian komunikasi, ia membedakan antara kondisi homophily dan
heterophily. Pada kondisi pertama, komunikator dan komunikate merasakan ada
kesamaan dalam status sosial ekonomi, pendidikan, sikap dan kepercayaan. Pada
kondisi kedua, terdapat perbedaan status sosial ekonomi, pendidikan dan
kepercayaan antara komunikate dan komunikator. Komunikasi akan lebih efektif
pada kondisi homophily daripada kondisi heterophily. Karena itulah komunikator
yang ingin mempengaruhi orang lain sebaiknya memulai dengan menegaskan kesamaan
antara dirinya dengan komunikate. Seseorang
dapat mempersamakan dirinya dengan
komunikate dengan menegaskan persamaan dalam kepercayaan, sikap, maksud, dan
nilai-nilai sehubungan dengan suatu persoalan.
Kesamaan dengan komunikate cenderung berkomunikasi
lebih efektif: pertama, kesamaan
mempermudah penyandibalikkan (decoding), yakni proses penerjemahan
lambang-lambang yang diterima menjadi gagasan-gagasan. Kedua, kesamaan membantu membangun premis yang sama. Ketiga, komunikate tertarik pada
komunikator. Seperti telah berulang kali seseorang sebutkan, seseorang
cenderung menyukai orang-orang yang memiliki kesamaan disposisional dengan seseorang.
Keempat, kesamaan menumbuhkan rasa
hormat dan percaya pada komunikator.
2.1.1.3 Kekuasaan
Kekuasaan menyebabkan seorang
komunikator dapat “memaksakan” kehendaknya kepada orang lain, karena ia
memiliki sumber daya yang sangat penting (critical
resources). Berdasarkan sumber daya yang dimilkinya, French dan Raven
menyebutkan jenis-jenis kekuasaan. Klasifikasi ini kemudian dimodifikasikan
Raven (1974) dan menghasilkan lima jenis kekuasaan :
1.
Kekuasaan koersif (coersive
power). Kekuasaan koersif menunjukkan kemampuan komunikator untuk
mendatangkan ganjaran atau memberikan hukuman pada komunikate. Ganjaran dan
hukuman itu dapat bersifat personal (misalnya benci dan kasih sayang) atau
impersonal (kenaikan pangkat atau pemecatan).
2.
Kekuasaan keahlian (expert
power). Kekuasaan ini berasal dari pengetahuan, pengalaman, keterampilan, atau
kemampuan yang dimiliki komunikator.
3.
Kekuasaan informasional (informational power). Kekuasaan ini berasal dari isi
komunikasi tertentu atau pengetahuan baru yang dimiliki oleh komunikator.
4.
Kekuasaan rujukan (referent
power). Disini komunikate menjadikan komunikator sebagai kerangka rujukan
untuk menilai dirinya. Komunikator dikatakan memiliki kekuasaan rujukan bila ia
berhasil menanamkan kekaguman pada komunikate, sehingga seluruh perilakunya
diteladani.
5.
Kekuasaan legal (legitimate
power). Kekuasaan ini berasal dari seperangkat peraturan norma yang
menyebabkan komunikator berwenang untuk melakukan suatu tindakan.
Sumber :
Rakhmat,
Jalaluddin. 2008. Psikologi Komunikasi.
Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya