Jumat, 05 Oktober 2012

SEKRETARIAT GABUNGAN (SETGAB)



Sekretariat Gabungan (Setgab) adalah wadah parpol koalisi yang dibentuk untuk komunikasi dan menyamakan persepsi dalam pengambilan keputusan, baik dalam menyikapi kebijakan pemerintah maupun di parlemen.  Ketua Setgab langsung dipimpin oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), wakil ketua setgab dipegang oleh Aburizal Bakrie, dan sekertaris setgab dipegang oleh Syarif Hasan dari Partai Demokrat dengan anggota partai politik (parpol) dalam setgab pendukung pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono - Boediono  tersebut diantaranya adalah Demokrat, Golkar, PAN, PKB, PKS, PPP.
Adapun yang menjadi ketua umum dari masing-masing parpol yaitu; ketua umum Demokrat adalah Anas Urbaningrum, PKB adalah Muhaimin Iskandar, PAN adalah Hatta Rajasa, Golkar adalah Aburizal Bakri, PPP adalah Suryadharma Ali dan ketua umum PKS adalah Luthfi Hasan Ishaaq.
Dinamika politik Indonesia dengan multipartainya menurut saya saat ini sangat memperihatinkan. Terlalu banyak konflik internal maupun eksternal yang terjadi pada parpol di negara kita. Kurangnya manajamen dan komunikasi yang baik dalam parpol. Begitu pula yang menjadi bagian dari partai koalisi setgab. Situasi internal yang terjadi pada setgab diantaranya adalah kasus Bank Century, kasus suap dana pencairan dana di Kemnakertrans, terjadinya kasus pajak, dan banyaknya kasus korupsi, lalu ditambah lagi dengan masalah sistem pemilu, bahkan beberapa parpol yang menjadi anggota setgab saling mengeluhkan peran partai Golkar dan partai Demokrat karena dianggap yang sangat dominan dalam setgab.
Konflik-konflik terus bermunculan seiring berjalannya pemerintahan Presiden SBY-Boediono. Seperti yang kita ketahui bahwa konflik merupakan suatu proses interaksi yang terjadi akibat adanya ketidaksesuaian antara dua pendapat (sudut pandang) yang berpengaruh atas pihak-pihak yang terlibat baik pengaruh positif maupun pengaruh negatif. Sehingga bila konflik internal dalam setgab yang semakin mendekati klimaks dan tidak cepat diatasi dengan menemukan penyelesaian yang baik, maka akan adanya perpecahan.
Yang perlu dipertanyakan adalah bagaimana lagi nasib negara Indonesia kedepannya? Apa yang sebenarnya menjadi penyebab sering munculnya suatu konflik yang membuat masyarakat sebagai pengamat pemerintahanpun merasa prihatin dengan kondisi yang ada dalam pemerintahan negara Indonesia ini? Bagaimana cara meredam dan meminimalisisir konflik-konflik tersebut? Meskipun begitu, hasil akhir dari adanya suatu konflik adalah tergantung pada manajemen pengelolaan konflik tersebut.
Berdasarkan teori manajemen klasik (classical management theory), adanya konflik dipandang sebagai bukti perpecahan organisasi, yakni gagalnya pihak manajemen merencanakan dan melaksanakan pengendalian secara memadai. Adapun teori administrasi tradisional lebih melihat organisasi yang sehat didasarkan kepada suasana yang harmonis, kesatuan, koordinasi, efisiensi, dan tertib. Hubungan manusiawi berupaya menciptakan iklim tersebut melalui suasana kerja yang menyenangkan, sedang aliran klasik menciptakannya melalui control dan struktur organisasi yang ketat. Keduanya sepakat bahwa konflik cenderung merugikan, oleh karena itu harus dihindari.
Menurut saya, bila dikaji antara teori manajemen klasik dengan situasi setgab saat ini adanya kesesuaian terhadap konflik yang terjadi. Bisa jadi memang koalisi parpol dalam setgab tidak memiliki manajemen yang baik sehingga tidak heran lagi bahwa parpol di Indonesia mudah sekali terjadi konflik bahkan sampai pada perpecahan. Sebagai masyarakat biasa, tentu saya merasa miris melihatnya karena seharusnya ditangan mereka pula lah negara ini bisa maju dan tentunya sebagai pemimpin dapat memberikan contoh yang baik dengan cara yang bijak bukan mementingkan ego masing-masing.
Dalam pemerintahan, seharusnya ada pihak sebagai pengontrol kebijakan-kebijakan sehingga kebijakan apapun yang dibuat dapat menguntungkan rakyat dan berpihak pada rakyat bukan hanya berdasarkan kepentingan organisasi parpol semata. Masyarakat lah yang harus lebih diperhatikan kesejahteraannya, bukan mensejahterakan diri sendiri dengan semakin memperkaya diri dengan korupsi dan sebagainya.
Begitu pula bila melihat teori administrasi tradisional tentu situasi yang berkembang saat ini sangat bertentangan, karena kurangnya suasana yang harmonis, jauhnya rasa kesatuan antara pemilik kepentingan, kurangnya koordinasi yang baik, tidak bisa lagi dikatakan masih memiliki efisiensi karena kondisi yang terlanjur semraut dan tidak tertib.
Bila berbicara tentang pemimpin di Indonesia, kewibawaan mereka jatuh karena perbuatan mereka sendiri, mereka lupa akan tugas dan fungsinya sebagai pemimpin yang menjalankan kepemimpinan. Dalam setgab, menurut saya gaya kepemimpinannya masih belum dikatakan ideal. Mengapa? Karena Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang mempengaruhi dan memotivasi orang lain untuk melakukan sesuatu sesuai tujuan bersama. Kini pada setgab, saya kira tidak lagi mementingkan apa yang menjadi tujuan utama seperti awal dibentuknya setgab. Hal yang tidak penting bahkan sepele dijadikan sebagai topik pembicaraan dalam setgab.
Kepemimpinan meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Saya pikir, para ketua maupun yang menjadi anggota setgab belum sesuai dengan makna dari kepemimpinan itu sendiri.
Begitu pula bila berdasarkan dari hakikat kepemimpinan, yaitu :
  • Tangung Jawab, Bukan Keistimewaan.
  • Pengorbanan, Bukan Fasilitas.
  • Kerja Keras, Bukan Santai.
  • Melayani, Bukan Sewenang-Wenang.
  • Keteladanan dan Kepeloporan, Bukan Pengekor.
Kelima poin hakikat tersebut masih perlu dipertanyakan pada para pemimpin setgab. Karena bagi saya, gaya kepemimpinan yang ideal itu apabila seseorang itu sudah memiliki kelima hakikat kepemimpinan.


*Tugas Manajemen & Komunikasi Organisasi*

0 komentar:

Posting Komentar